Minggu, 23 Oktober 2011

Sistem Multipartai di Indonesia



Kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis dan berdasarkan hukum.
Hak asasi tersebut terwujud dalam institusi partai politik. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik[1] mendefinisikan bahwa Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partai politik itu pada pokoknya memiliki kedudukan dan peranan yang sentral dan penting dalam setiap sistem demokrasi. Tidak ada negara demokrasi tanpa partai politik.[2] Karena itu partai politik biasa disebut sebagai pilar demokrasi, karena mereka memainkan peran yang penting sebagai penghubung antara pemerintahan negara (the state)dengan warga negaranya (the citizen).[3]
Indonesia menganut paham paham demokrasi yang artinya kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Yang selanjutnya dijalankan melalui mekanisme pelembagaan yang bernama partai politik. Kemudian partai politik saling berkompetisi secara sehat untuk memperebutkan kekuasaan pemerintahan negara melalui mekanisme pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dalam demokrasi, partai politik merupakan pilar utama (bukan kedua atau ketiga), karena pucuk kendali roda pemerintahan ada di tangan eksekutif, yaitu presiden dan wakil presiden. Sebagaimana dirumuskan dirumuskan dalam UUD 1945 Pasal 6A ayat (2), bahwa calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Artinya hak itu secara eksklusif─hanya partai politik yang disebut UUD 1945─diberikan kepada partai politik.
Karena itulah, semua demokrasi membutuhkan partai politik yang kuat dan mapan guna menyalurkan berbagai tuntutan warganya, memerintah demi kemaslahatan umum serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.[4] Sangat rasional argumentasinya jika upaya penguatan partai politik dibangun oleh kesadaran bahwa partai politik merupakan pilar yang perlu dan bahkan sangat penting untuk pembangunan demokrasi suatu bangsa. jadi, derajat pelembagaan partai politik itu sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politik suatu negara.[5]

Fungsi Partai Politik
Pada umumnya, para ilmuan politik biasa menggambarkan adanya empat fungsi partai politik. Keempat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo[6], meliputu: (i) sarana komunikasi politik, (ii) sarana sosialisasi politik (political socialization), (iii) sarana rekrutmen politik (political recruitment), dan (iv) pengatur konflik (conflict management). Sementara dalam istilah Yves Meny dan Andrew Knapp[7], fungsi partai politik mencakup (i) mobilisasi dan integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns), (iii) sarana rekrutmen politik, dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.
Dalam UU No. 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik, bahwa fungsi Partai Politik adalah sebagai sarana: (i) pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas; (ii) penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; (iii) penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat; (iv) partisipasi politik warga negara Indonesia; dan (v) rekrutmen politik.[8]
Kesemua fungsi partai politik tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya. Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan atau political interests yang terdapat atau kadang-kadang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide, visi, dan kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau menjadi materi[9] dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik. Ide, visi, dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik disosialisasikan kepada konstituen untuk mendapatkan feedback berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dalam sosialisasi itu partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik[10] bagi masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[11]
Fungsi selanjutnya partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik. Partai dibentuk memang dimaksudkan menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin[12] dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan kesetaraan dan keadilan gender.[13]
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik. Peranan ini berupa sarana agregasi kepentingan yang berbeda-beda melalui saluran kelembagaan partai politik. Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengelola konflik dapat dikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.[14]Sistem Kepartaian
Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem kepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yang diterapkan di suatu negara. dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengan sekurang-kurangnya satu partai lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasi regulasi yang diberlakukan. Sistem kepartaian memberikan gambaran tentang struktur persaingan di antara sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan dalam pemerintahan. Sistem kepartaian yang melembaga cenderung meningkatkan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan.[15]
Untuk melihat sistem kepartaian suatu negara, ada dua pendekatan yang dikenal secara umum. Pertama, melihat partai sebagai unit-unit dan sebagai satu kesatuan yang terlepas dari kesatuan-kesatuan lain. Pendekatan numerik ini pernah dikembangkan Maurice Duverger (1950-an), ilmuwan politik kebangsaan Prancis. Menurut Duverger, sistem kepartaian dapat dilihat dari pola perilaku dan interaksi antarsejumlah partai dalam suatu sistem politik, yang dapat digolongkan menjadi tiga unit, yakni sistem partai tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multipartai.[16]
Selain itu, cara lain dapat dijadikan pendekatan yaitu teori yang dikembangkan Giovani Sartori (1976), ilmuwan politik Italia. Menurut Sartori, sistem kepartaian tidak dapat digolongkan menurut jumlah partai atau unit-unit, melainkan jarak  ideologi antara partai-partai yang ada, yang didasarkan pada tiga hal, yaitu jumlah kutub (polar), jarak diantara kutub (bipolar), dan arah perilaku politiknya. Sartori juga mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu pluralisme sederhana, pluralisme moderat, dan pluralisme ekstrem. Kedua pendekatan ini bisa digunakan untuk melihat sistem kepartain Indonesia di masa lalu, kini, dan mendatang. .[17]
Dalam sejarahnya, Indonesia telah mempraktikkan sistem kepartaian berdasarkan pada sistem multipartai. Meski dalam derajat dan kualitas yang berbeda.
Pada pemilu pertama tahun 1955─sebagai tonggak kehidupan politik pasca kemerdekaan hingga sekarang―menghasilkan lima partai besar: PNI, Masyumi, NU, PKI, dan PSI. Jumlah partai yang berlaga dalam pemilu itu lebih dari 29 partai, ditambah independen. Dengan sistem pemilu proporsional, menghasilkan anggota legislatif yang imbang antara Jawa dan Luar Jawa. Pemilu dekade 1950-an 1960-an adalah sistem multipartai tanpa ada pemenang mayoritas.[18] Namun, di era demokrasi parlementer tersebut telah terjadi tingkat kompetisi yang tinggi.[19]
Memasuki era demokrasi parlementer yang ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden yang tujuannya untuk mengakhiri konflik ideologi antarpatai. Pada masa itu, sistem kepartaian menerapkan sistem multipartai, namun tidak terjadi kompetisi.[20]
Memasuki dekade 1970-an sampai Pemiliu 1971, Indonesia masih menganut sistem multipartai sederhana (pluralisme sederhana). Waktu itu ada sembilan partai politik yang tersisa dari Pemilu 1955. Kesembilan partai ditambah Golkar, ikut berlaga dalam Pemilu 1971. Fenomena menarik dalam Pemilu 1971 ini adalah faktor kemenangan Golkar yang sangat spektakuler di luar dugaan banyak orang. Padahal kalangan partai tidak yakin akan memenangkan pemilu. Hal itu didasari pada dua hal, yaitu ABRI tidak ikut pemilu dan Golkar belum berpengalaman dalam pemilu. Tetapi, setelah pemilu digelar, ternyata justru bertolak belakang, Golkar menang mutlak lebih dari 63%. Kemenangan itu menandakan Indonesia memasuki era baru, yaitu Orde Baru.
Pada era orde baru, sistem kepartaian masih disebut sistem multipartai sederhana, namun antarpartai tidak terjadi persaingan.[21]Karena Golkar menjadi partai hegemoni. Sehingga ada pendapat bahwa secara riil sistem kepartaian menjurus ke sistem partai tunggal (single entry). Kenapa? Karena Golkar hanya berjuang demi status quo.[22]
Pada masa reformasi, Indonesia kembali menerapkan sistem multipartai. Hal ini dapat dipahami karena selama puluhan tahun kebebasan berekspresi dan berserikat serta berkumpul dikekang. Sehingga ketika reformasi memberikan ruang kebebasan, hasrat para politisi untuk mendirikan partai politik tersalurkan. Sebagai sebuah proses pembelajaran, fenomena menjamurnya partai politik mestinya dilihat sebagai sesuatu yang wajar di tengah masyarakat yang sedang mengalami euforia politik.[23]
Pada Pemilu 1999, yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon tertutup (stelsel daftar) diikuti 48 partai peserta pemilu. Jumlah partai sekitar 140 buah, tetapi lolos verifikasi hanya 48 partai. Dari jumlah itu, keluar enam partai besar pemenang pemilu, yakni PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan PBB. Sistem kepartaiannya multipartai, dan tidak ada partai pemenang pemilu yang memperoleh suara mayoritas.[24]
Setelah dua kali pemilihan umum paska reformasi dengan sistem multipartai, Indonesia bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-partai politik, maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partai paska reformasi telah berperan sebagai pilar demokrasi yang mendorong demokrasi kita lebih efektif dan pemerintahan yang stabil, atau sebaliknya. Sistem kepartaian secara ideal harus mendorong pemerintahan yang stabil dan demokrasi yang semakin efektif. Bila tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem yang diterapkan.[25]
Pemilu 2004 adalah pesta rakyat yang sangat bersejarah bagi Indonesia. Pasalnya, untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan pemilu secara langsung. Keberhasilan pemilu secara langsung telah mendaulat Indonesia sebagai negara paling demokrasi ketiga di dunia setelah Amerika dan India.
Setelah dua kali pemilu paska reformasi dengan sistem multipartai, Indonesia bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-partai politik, maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partai paska reformasi telah berperan sebagai pilar demokrasi yang mendorong demokrasi kita lebih efektif dan pemerintahan yang stabil, atau sebaliknya. Sistem kepartaian secara ideal harus mendorong pemerintahan yang stabil dan demokrasi yang semakin efektif. Bila tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem yang diterapkan[26]

Penyederhanaan Partai Politik
Sistem kepartaian yang kita bangun haruslah diarahkan untuk terwujudnya sebuah tata kelola sistem pemerintahan presidensil yang didukung oleh jumlah partai yang sedikit di tingkat suprastruktur.
Berkaca pada pengalaman hampir sepuluh tahun paska reformasi, demokrasi Indonesia dengan sistem mulltipartai belum signifikan memberikan harapan bagi pengelolaan tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Alasannya karena sistem multipartai telah mengalami perluasan fragmentasi, sehingga mempersulit proses pengambilan setiap keputusan di legislatif. Karena itu, tidak heran bila berbagai pihak mulai mendorong penerapan sistem multipartai sederhana. Persoalannya, bagaimana mendorong proses penyederhanaan partai harus dilakukan?
Alam demokrasi tentu tidak menggunakan larangan secara langsung bagi pendirian partai politik, karena itu hak asasi yang harus dihormati. Pembatasan partai politik dilakukan dengan menerapkan berbagai prosedur sistem pemilu. Secara sah, legal, dan demokratis, sistem pemilu menjadi alat rekayasa yang dapat menyeleksi dan memperkecil jumlah partai politik dalam jangka panjang.[27]
Duverger berpendapat, bahwa upaya mendorong penyederhanaan partai politik dapat dilakukan dengan menggunakan sistem distrik. Dengan penerapan sistem distrikdapat mendorong ke arah integrasi partai-partai politik dan mendorong penyederhanaan partai tanpa harus melakukan paksaan. Semetara dalam sistem proporsional cenderung lebih mudah mendorong fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai politik baru. Sistem ini dianggap mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.[28]
Dalam sistem distrik, teritori sebuah negara dibagi menjadi sejumlah distrik. Banyaknya jumlah distrik itu sebanyak jumlah anggota parlemen yang akan dipilih. Setiap distrik akan dipilih satu wakil rakyat.[29]
Dalam sistem distrik berlaku prinsip the winner takes all. Partai minoritas tidak akan pernah mendapatkan wakilnya. Katakanlah, dalam sebuah distrik ada sepuluh partai yang ikut serta. Tokoh dari Partai A hanya menang 25%, namun tokoh partai lain memperoleh suara yang lebih kecil. Walau hanya mendapatkan suara 25% suara, distrik itu akan diwakili oleh tokoh partai A. Sembilan tokoh lainnya akan tersingkir.[30]
Metode the winner takes all ini akibatnya menjadi insentif negatif bagi partai kecil. Dalam studi perbandingan, sistem distrik ini memang merangsang partai kecil untuk membubarkan diri, atau menggabungkan diri dengan partai lain, agar menjadi mayoritas. Dalam perjalanan waktu, sistem ini hanya menyisakan dua partai besar saja. Partai kecil lainnya terkubur dengan sendirinya.[31]
Kelebihan sistem distrik dalam menyederhanakan jumlah partai karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik (daerah pemilihan) hanya satu, akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan dan mengadakan kerjasama. Dengan berkurangnya partai, pada gilirannya akan mempermudah terbentuknya pemerintahan yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional. Selain itu, sistem distrik dapat meningkatkan kualitas keterwakilan karena wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik sehingga hubungan dengan konstituen lebih erat, dan dengan demikian ia akan mendorong untuk memperjuangkan aspirasi mereka.[32]
Meskipun diakui sistem distrik diakui dapat menyederhanakan jumlah partai politik, namun untuk saat ini sistem tersebut belum menjadi pilihan bagi Indonesia. Mengingat realitas sosial masyarakat Indonesia yang heterogen sehingga cukup sulit menerapkan sistem distrik. Karena dari golongan-golongan yang ada, golongan minoritas dikhawatirkan tidak terakomodir. Karena itu, pilihan untuk tetap menerapkan sistem proporsional merupakan suatu keputusan yang relevan untuk konteks Indonesia saat ini.[33]
Pertanyaannya, apakah dengan menerapkan sistem proporsional jumlah partai politik secara alami dapat terkurangi? Sistem proporsional memiliki mekanisme tersendiri untuk menyederhanakan jumlah partai politikPenyederhanaan partai politik dalam rangka menghasilkan parlemen dan pemerintahan yang efektif, dalam era reformasi ini perundang-undangan menerapkan Electoral Threshold pada Pemilu 1999 dan 2004, dan terbukti dari 48 partai politik peserta Pemilu 1999 berkurang menjadi 24 partai politik pada Pemilu 2004.
Dalam UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD, Electoral Threshold didefinisikan sebagai ambang batas syarat angka perolehan suara untuk bisa mengikuti pemilu berikutnya. Artinya berapapun kursi yang diperoleh di parlemen, untuk turut kembali dalam pemilihan umum berikutnya harus mencapai angka Electoral Threshold itu. jadi, partai politik yang gagal memperoleh batasan suara minimal berarti gagal untuk mengikuti pemilu berikutnya.
Pada pemilu 1999, Indonesia menerapkan electoral threshold sebesar 2% dari suara sah nasional. Peserta pemilu yang lolos berdasarkan perolehan suara ada enam partai. Dengan demikian, hanya keenem partai yang berhak mengikuti Pemilu 2004, yakni PDI P, Golkar, PKB, PPP, PAN, dan PBB.[34]
Secara prosedural, partai-partai di luar keenam partai itu tidak diperkenankan mengikuti Pemilu 2004. Tetapi, dalam praktiknya tidak demikian, karena partai lama mengubah namanya atau menambah satu kata di belakang nama partai sebelumnya. Artinya, partai yang tidak memenuhi electoral threshold tetap ikut pemilu berikutnya dengan karakter partai serta pengurus partainya tidak berubah.[35]
Pemilu 2004 menerapkan angka electoral threshold menjadi 3% dari perolehan suara sah nasional. Hal ini dilakukan untuk lebih memperketat partai-partai yang mengikuti Pemilu berikutnya. Semangat dari peningkatan threshold yang semakin besar yaitu untuk membangun sistem multipartai sederhana dengan pendekatan yang lebih moderat. Dengan threshold 3%, partai yang bisa mengikuti Pemilu 2009 hanya tujuh partai, yaitu Golkar, PDI P, PKB, PPP, PAN, Partai Demokrat, dan PKS.[36] Tetapi faktanya di parlemen ada 17 partai. Hal ini yang mengurangi keefektifan parlemen dalam bekerja karena lambat. Artinya penerapan Electoral Threshold ternyata tidak membuat partai mengerucut dan mendukung tata kelola parlemen yang efektif .
Itulah latar belakang dari Panitia Khusus UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD, telah mengundang sejumlah pakar dan ahli untuk memberikan pemikiran-pemikiran yang menyatakan bahwa Electoral Threshold itu tidak dikenal di negara manapun, atau menimbulkan anomali. Sehingga secara teoritis, saya kutip dari saudara Dr. Sutradara Gintings dan Prof. Dr. Ryaas rasyid saat pembahasan UU tersebut, sesungguhnya yang ada dalam sistem pemilu adalah Parliamentary Threshold yang artinya adalah syarat ambang batas perolehan suara parpol untuk bisa masuk ke parlemen. Jadi, setelah hasil jumlah suara masing-masing partai politik diketahui seluruhnya, lalu dibagi dengan jumlah suara secara nasional. Jika suara partai politik itu mencapai angka 2,5% dari jumlah suara nasional, maka dia berhak menempatkan wakilnya di parlemen, tanpa mempermasalahkan berapa jumlah kursi hasil konversi suara yang dimiliki partai pololitik tersebut. Inilah teori untuk menghasilkan parlemen yang efektif.
Jika kita lakukan simulasi dengan data Pemilu 2004, maka di parlemen hanya akan ada 7 partai. Sehingga dengan Parliamentary Threshold akan terjaring sejumlah partai yang betul-betul legitimate. Sehingga sebelum pemilu diselenggarakan, dengan sendirinya partai politik akan mengukur diri sampai sejauh mana dukungan rakyat kepadanya.
Hal ini juga akan membuat fungsi-fungsi parpol yang dirumuskan dalam UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik akan berjalan efektif karena sebelum parpol itu melakukan fungsi rekrutmen (penentuan calon legislatif), partai politik pasti akan lebih dulu menjalankan fungsi sosialisasi, fungsi edukasi, fungsi agregasi dan fungsi kaderisasi. Selain itu mereka juga akan berkarya dan mengabdi kepada masyarakat. Disinilah adanya korelasi dan hubungan yang sangat signifikan antara UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik dengan UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD, dalam sistem multipartai di Indonesia.

Kesimpulan
Tujuan utama pemilihan umum adalah untuk menghasilkan parlemen yang legitimate dan pemerintahan yang kuat. Hal ini menjadi tidak mungkin terwujud jika pelaksanaan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan pada saat yang bersamaan karena isu keduanya berbeda sehingga perilaku pemilih juga tidak bisa dipastikan. Hal ini akan mengakibatkan tidak terjadinya hubungan yang signifikan antara parlemen dengan presiden dan wakil presiden sehingga tidak terwujud tata kelola sistem pemerintahan yang stabil.
Artinya, pemilihan umum merupakan rangkaian tak terpisahkan antara pemilihan legislatif dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, adanya sequence (jeda waktu) antara keduanya, adalah untuk memastikan gambaran riil partai politik pendukung di parlemen terhadap pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih. Karena hanya partai politik dan gabungan partai politik yang berhasil masuk parlemen-lah yang berhak mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Sehingga keluhan yang menyatakan “presiden terbelenggu” menjadi tidak relevan, karena persoalannya bukanlah di UUD 1945, tetapi lebih pada produk dari pemilihan umum yang belum secara signifikan memposisikan dan menempatkan sistem multipartai pada proporsi yang sebenarnya.
Adalah hak rakyat untuk membuat partai politik, dan hak partai politik untuk ikut pemilu. Tetapi untuk masuk ke parlemen ada mekanisme yang harus ditempuh yaitu Parliamentary Threshold. Agar partai politik dibentuk tidak hanya sekadar untuk ikut pemilu tapi partai politik dibuat agar fungsi-fungsi partai politik dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga parpol menjadi sarana dan wahana dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi keniscayaan. Dan rakyat pun akan kembali menghargai dan menghormati partai politik karena sesungguhnya demokrasi tidak akan mungkin tanpa adanya partai politik.
Inilah sistem multipartai yang kita bangun untuk diarahkan menuju terbentuknya sebuah rezim pemerintahan presidensil yang efektif. Karena dalam sistem presidensil itu tidak dikenal jumlah partai yang banyak. Selain itu, sebuah keharusan bagi partai politik dan gabungan parpol di parlemen yang mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk masing-masing menyamakan visi dan misinya agar selanjutnya dijadikan dokumen negara yang harus dipertanggungjawabkan dan diumumkan kepada publik.***

Jumat, 21 Oktober 2011

MAKALAH , PENJAS dan KTSP



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara horizontal maupun vertikal.
Masa depan Bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa dikemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai di sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah tersebut. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang sangat vital bagi perkembangan suatu bangsa. Dapat pula dipahami betapa pentingnya usaha mengembangkan kurikulum tersebut.
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan diIndonesiasudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Salah satu inovasi terbaru yang dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan menyempurnakan kualitas kurikulum yang lama, yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengamanatkan kurikulum pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI (Standar Isi) dan SKL (Standar Kompetensi Lulusan).
Selain itu, juga berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) serta penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sudah diresmikan pada tanggal 7 Juli 2006. Kurikulum tersebut mengakomodir kepentingan daerah. Guru dan sekolah diberikan otonomi untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi sekolah, permasalahan sekolah dan kebutuhan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menuntut adanya kesanggupan guru untuk membuat kurikulum yang mendasarkan pada kebolehan, kemampuan dan kebutuhan sekolah.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini berarti satuan-satuan pendidikan harus mampu mengembangkan komponen-komponen dalam kurikulum KTSP. Komponen yang dimaksud mencakup visi, misi, dan tujuan tingkat satuan pendidikan; struktur dan muatan; kalender pendidikan; silabus sampai pada rencana pelaksanaan pembelajaran.
KTSP memiliki beberapa karakteristik yang secara umum yaitu, adanya partisipasi guru; partisipasi keseluruhan atau sebagian staf sekolah; rentang aktivitasnya mencakup seleksi (pilihan dari sejumlah alternatif kurikulum), adaptasi (modifikasi kurikulum yang ada), dan kreasi (mendesain kurikulum baru); perpindahan tanggung jawab dari pemerintah pusat (bukan pemutusan tanggung jawab); proses berkelanjutan yang melibatkan masyarakat; dan ketersediaan struktur pendukung (untuk membantu guru maupun sekolah).
Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bagaimana membuat siswa dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain murid harus aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar, guru juga harus aktif dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua arah terjadi dengan sangat dinamis.Kelebihan lain KTSP adalah memberi alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri siswa. Siswa tidak melulu mengenal teori, tetapi diajak untuk terlibat dalam sebuah proses pengalaman belajar.
Kurikulum yang baru ini nantinya menuntut setiap sekolah membuat kurikulum yang berbeda-beda. Namun, dalam penyusunannya harus memperhatikan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas). Dalam kurikulum baru ini guru diberi otonomi dalam menjabarkan kurikulum, dan murid sebagai subyek dalam proses belajar mengajar. Dari situlah diharapkan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat memenuhi standardisasi evaluasi belajar siswa.
Di Indonesia termasuk di Karawang, semua sekolah menerapkan KTSP. Salah satunya adalah SMPN 1 Karawang Timur, sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan, sekolahan ini telah mencoba memulai menerapkan konsep KTSP dalam pembelajaran di semua mata pelajaran, termasuk Penjaskes pada tahun pelajaran 2006/2007.
Dengan demikian sudah empat tahun KTSP diterapkan di SMPN 1 Karawang Timur ini. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat masalah mengenai implementasi KTSP pada pembelajaran Penjaskes dan peneliti mengambil judul tentang “Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Pembelajaran Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur”

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1.      Sejauhmanakah efektifitas KTSP dibanding dengan GBPP Kurikulum 1994 pada pembelajaran penjaskes di SMP Negeri I Karawang Timur
2.      Bagaimana inplementasi KTSP pada pembelajaran penjaskes di SMPN I Karawang Timur

C.     Tujuan dan Manfaat Pembelajaran
1. Dalam pembahasan ini memiliki tujuan mengenai pembelajaran :
a)      Untuk mengetahui pemahaman guru penjaskes mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
b)      Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada pembelajaran Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur.
c)      Untuk mengetahui sejauhmana efektifitas KTSP dibanding GBPP 1994 pada pembelajaran Penjaskes di SMPN I Karawang Timur.
d)      Untuk mengetahui inflementasi KTSP pada pembelajaran Penjaskes di SMPN I Karawang Timur.
2Manfaat dari pembahasan ini adalah
Hasil pembahasan ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk dapat :
a)      Meningkatkan kualitas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dalam mata pelajaran Penjaskes.
b)      Membantu dalam pencapaian tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
c)      Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat di dalam pelaksanaan KTSP.
d)      Menganalisis sejauh mana optimalisasi KTSP pada pembelajaran Penjaskes.
e)      Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dalam ruang lingkup yang lebih luas guna menunjang profesinya sebagai guru.
 D.    Pembahasan Istilah dan Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap judul karya tulis  ini dan tidak meluas sehingga karya tulis ini tetap pada pengertian yang dimaksud dalam judul maka perlu adanya penjelasan istilah.
1.      Pembatasan Istilah
Adapun penjelasan istilah tersebut sebagai berikut :
a.       Implementasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan : pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk tentang hal yang disepakati dulu (Tim Penyusun 2005:427).
b.      Kurikulum
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BSNP 2006:5).
c.       KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus (BSNP 2006:5)
d.      Kurikulum 1994
Kurikulum ini merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya dengan dasar kurikulum 1984 pada kurikulum 1994 muncul istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kegiatan belajar cenderung didalam kelas, mengejar target berupa materi yang harus dikuasai, berorientasi kognitif.
e.       Penjaskes
Pendidikan jasmani terdiri dari kata pendidikan dan jasmani, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan sesorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI, 1989)


2.      Pembatasan Masalah
Dalam pembahasan ini dilakukan pembatasan masalah, sehingga ruang lingkup yang dibahas menjadi lebih spesifik, sehingga menghasilkan pembahasan yang lebih efektif. Masalah yang menjadi pilihan untuk dibahas dalam pembahasan ini adalah masalah Inplementasi KTSP dan perbandingannya dengan GBPP 1994 pada pembelajaran Penjaskes di SMPN I Karawang Timur.

E.     Sistimatika Penulisan Makalah
Makalah  ini direncanakan terdiri dari 3 (tiga) bab. Bab I merupakan bab pendahuluan, di dalamnya terdiri dari antara lain latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat pembahasan, penjelasan istilah dan pembatasan masalah, dan sistematika penulisan makalah
Adapun isi dipaparkan dalam bab II. Tinjauan teoretis, didalamnya terdiri dari antara lain, pertama tinjauan mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang meliputi pengertian pengertian KTSP, tujuan KTSP, landasan pengembangan KTSP, prinsip-prinsip pengembangan KTSP, acuan 13 operasional penyusunan KTSP, komponen-komponen KTSP. Kedua, tinjauan mengenai kurikulum 1994 yang meliputi pengertian pengertian kurikulum 1994, pengertian dan landasan  kurikulum 1994, ciri-ciri kurikulum 1994, permasalahan dan penyempurnaan kurikulum 1994, Keempat, tinjauan mengenai Penjaskes yang meliputi pengertian Penjaskes, tujuan dan fungsi pembelajaran Penjaskes, dan hasil pembelajaran dalam penjas dan  Kelima mengenai pembahasan dan hasil implementasi KTSP dan kurikulum 1994 di SMP N I Karawang Timur
Bab III pembahasan, dalam bab ini diuraikan mengenai  Efektifitas KTSP dengan GBPP Kurikulum 1994 Pada pada Pembelajaran Penjaskes di SMPN I Karawang Timur dilanjutkan dengan Implementasi  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Pembelajaran Penjaskes di SMP Negeri I Karawang Timur. Dan tinjauan mengenai perbedaan KTSP dengan kurikulum 1994. Serta Bab IV Kesimpulan dan saran,




BAB II
TINJAUAN TEORETIS

A.     Tinjauan Mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1.    Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Menurut Mulyasa (2006:20-21) menyatakan bahwa KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Sedangkan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (BSNP 2006:5).

2.      Landasan Yuridis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai berikut :
a. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP adalah pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2) (BSNP 2006:4).
Dalam Undang-Undang tentang Sisdiknas dikemukakan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Selain itu juga dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
b. Peraturan Pemerintah RepublikIndonesiaNomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah peraturan tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terdapat 8 standar nasional pendidikan yang harus diacu oleh sekolah dalam penyelenggaraan kegiatannya. Ke 8 standar tersebut yaitu :
1) Standar isi (SI)
2) Standar proses
3) Standar kompetensi lulusan (SKL)
4) Standar tenaga kependidikan
5) Standar sarana dan prasarana
6) Standar pengelolaan
7) Standar pembiayaan
8) Standar penilaian pendidikan
Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik. Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diorganisasikan ke dalamlimakelompok, yaitu :
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
4) Kelompok mata pelajaran estetika;
5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 mengatur tentang standar isi yang mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Secara keseluruhan standar isi mencakup :
1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan KTSP;
2) Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah;
3) KTSP yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi;
4) Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
Standar Kompetensi Lulusan meliputi :
1) Standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah;
2) Standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajarn; dan
3) Standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24 tahun 2006 mengatur tentang pelaksanaan peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah serta peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
Selain itu, dalam Permendiknas tersebut dikemukakan pula bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan panduan penyusunan KTSP pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Sementara bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum atau tidak mampu mengembangkan kurikulum sendiri dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh BSNP, ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah / madrasah.

3.      Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai (Mulyasa 2006:22). Sedangkan menurut Baedhowi (2007:7-8) menyatakan bahwa tujuan KTSP adalah untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan kekhasan (karakteristik), kondisi, potensi daerah, kebutuhan dan permasalahan daerah, satuan pendidikan dan peserta didik dengan mengacu pada tujuan pendidikan nasional.

4.      Karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dalam bukunya Mulyasa (2006:29-32) dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP yaitu sebagai berikut :
a.      Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Selain itu, sekolah dan satuan pendidikan juga diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.
b.      Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi
Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
c.       Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional
Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas profesional. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan proses “bottom-up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya.
d.      Tim Kerja yang Kompak dan Transparan
Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan pembelajaran didukung oleh kinerja team yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu sekolah yang dapat dibanggakan oleh semu pihak. Dalam pelaksanaan pembelajaran misalnya pihak-pihak terkait bekerjasama secara profesional untuk mencapai tujuan atau target yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, keberhasilan KTSP merupakan hasil sinergi (sinergistic effect) dari kolaborasi team yang kompak dan transparan.

5.      Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah dengan berpedoman pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut (permendiknas, no 22 tahun 2006)
a.      Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b.      Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c.       Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan dan memperhatikan pengembangan integritas pribadi, kecerdasan spiritual, keterampilan berpikir (thingking skill), kreatifitas sosial, kemampuan akademik, dan keterampilan vokasional.
e.       Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian kurikulum dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f.        Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g.      Seimbang antar kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global, nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan global, nasional, dan lokal harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan perkembangan era globalisasi dengan tetap berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

6.      Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.      Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
b.      Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional dan sosial, spiritual, dan kinestetik peserta didik.
c.       Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.

d.      Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong pertisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
e.       Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
f.        Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan, dimana IPTEK sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEK sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karma itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan kesinanambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan, teknologi, dan seni.
g.      Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta ahlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum mata pelajaran harus ikut mendukung meningkatkan iman, taqwa dan ahlak mulia.
h.      Dinamika perkembangan gobal
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.


i.        Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
j.        Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
k.      Kesetaraan jender
Kuirikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
l.        Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

7.      Komponen-Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) komponen-komponen KTSP terdiri dari sebagai berikut :
a.         Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1)      Tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2)      Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3)      Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
b.      Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum.
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputilimakelompok mata pelajaran sebagai berikut :
1)      Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2)      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3)      Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknlogi.
4)      Kelompok mata pelajaran estetika.
5)      Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan
dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
c.       Kalender Pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kelender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu pada dokumen standar isi dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah (Mulyasa 2006:86).

B.     Tinjauan Mengenai Kurikulum 1994
1.                              Pengertian dan landasan kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak
Ø  Kurikulum 1994 merupakan pelaksanaan amanat UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ø  Kurikulum 1994 dilaksanakan berdasarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993.
Ø  Kurikulum 1994 berisi 3 lampiran: (1) Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum, (2) GBPP, dan (3) Pedoman Pelakskanaan Kurikulum. (Suparlan, 2009:18)

2.      Ciri-ciri Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut :
a.       Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
b.      Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
c.       Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d.      Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
e.       Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
f.        Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
g.       Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.

3.      Permasalahan dan Penyempurnaan Kurikulum 1994
a.        Permasalahan Kurikulum 1994
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.
1)   Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
2)   Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
b.        Penyempurnaan Kurikulum 1994
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu
1)        Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat
2)        Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya
3)        Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4)        Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
5)        Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
6)        Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang. (Sumber : (http://ulmyrakhmadani.wordpress.com/2010/03/03/kurikulum-1994-dan-ktsp/)
C.     Tinjauan Mengenai Penjaskes
1. Pengertian Pendidikan Jasmani
Menurut Kurikulum Pendidikan Jasmani (2001:2), Pendidikan Jasmani adalah bagian integral pendidikan secara keseluruhan yang mampu mengebbangkan anak atau indidvidu secara utuh dalam arti mencakup aspek-aspek jasmani, intelektual (kemampuan interpretif), emosional dan moral spiritual yang dalam proses pembelajarannya mengutamakan aktivitas jasmani dan pembiasaan pola hidup sehat.
Sesuai pernyataan di atas, pendidikan jasmani diarahkan kepada upaya untuk membantu pertumbuhan siswa secara lebih menyeluruh melalui aktivitas jasmani dan pembiasaan pola hidup sehat sebagai alat. Oleh karena itu pendidikan jasmani mempunyai peran yang sangat besar dalam mencetak generasi berkualitas terutama pendidikan jasmani di tingkat dasar dan menengah, yaitu sebagai peletak dasar menuju pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan Jasmani perbuatan pedagogis yang memberikan anak didik melepaskan keinginan bergerak sebagai pernyataan vitalis (Hidayat 1995:2). Dengan demikian dapat disimpulkan pendidikan jasmani suatu proses interaksi pendidikan antara guru dengan siswa melalui aktivitas pendiddikan jasmaniuntuk mencapai tujuan tertentu.

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Jasmani
a. Tujuan pendidikan Jasmani
1). Meletakan landasan karakter moral yangkuat melaluai internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani.
2). Membangun landasan keperibadian yang kuat, sikap dan cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam kontek kemajenukan budaya, etnis dan agama.
3). Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui pelaksanaan tugas-tugas ajar pendidikan jasmani.
4). Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis melalui aktivitas pendidikan jasmani
5). Mengembangkan kemampuan gerak dan kererampilan berbagai macam permainan dan olahraga.
6). Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan, keselamatan, dan etika.
7). Mengembangkan kemampuan, penggunaan taktik, dan strategi dalam aktivitas yang terorganisasi
8). Meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuhdan hubungannya terhadap aktivitas jasmani
9). Menghargai kinerja tubuh, penggunaan pertimbangan yang berhubungfan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengiplementasikan aktivitas dan dirinya

b. Fungsi Pendidikan Jasmani
1). Aspek Organik
a). Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan pengembangan keterampilan.
b). Meningkatan kekuatan otot yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau sekelompok otot
c). Meningkatkan daya tahan otot yaitu kemampuan otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama
d). Meningkatkan daya taha cardivaskular, kapasitas individu umtuk melakukan secara terus menerus dalam aktivitas yang berat dalam jangka waktu yang relative lama.
e). Meningkatkan fleksibilitas yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerak yang efisien dan mengurangi kemungkinan cedera.
2). Aspek Neuromuskuler
a). Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot
b). Mengembangkan keterampilan lokomotor seperti berlari, melompat, meluncur, melangkah, mendorong, bergulir dan menari.
c). Mengembangkan keterampilan non lokomotor seperti mengayun, melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, dan membongkok.
d). Mengembangkan keterampilan dasar manipulatif seperti memukul, menendang, menangkap, melempar, mengubah arah, memantulkan dan memvoli
e). Mengembangkan factor-faktor gerak seperti ketepatan irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, dan kelincahan.
f). Mengembangkan  keterampilan Olahraga seperti sepakbola, bola voli, bola basket, dan sebagainya.
g). Mengembangkan keterampilan rekreasi seperti menjelajah, mendaki, berkemah dan renang
3). Aspek Perseptual
a). Mengembangkan kemampuan menerima dan membeakan isyarat
b). Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitang dengan tempat atau ruang, kemampuan mengenali objek yang berada di depan, belakang, bawah, sebelahkanan, atau sebelah kiri dari dirinya
c). Mengembangkan koordinasi gerak visual yaitu kemampuan
mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang melibatkan tangan tubuh dan kaki
d). Mengembangkan keseimabangn tubuh statis dan dinamis yaitu kemampuan mempertahankan keseimbangan
e). Mengembangkan dominasi yaitu koordinasi dalam mengunakan tangan dan kaki kanan atau kiri dalam melempatr atau menendang
f). Mengembangkan literalitas yaitu memngembangkan kemampuan membedakan antara sisi kanan dan sisi kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri.
4). Aspek Kognitif
a) Mengembangkan menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan bias mengambil keputusan.
b) Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan keselamatan, dan etika
c) Mengembangkan kemampuan pengembangan taktik dan strategi dalam aktivitas yang terorganisir.
d) Meningkatkan pengetahuan bagimana fungsi tubuh yang berhubungan denan aktivitas jasmani
e) Menghargai kinerja tubuh, penggunaan pertimbangan yang nerhubungan dengan jarak, waktu, tempat, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimpementasikan aktivitas dan dirinya.
5). Aspek Sosial
a) Penyesuaian diri dengan orang lain dan lingkungan diman berada
b) Mengembangkan kemampuan, membuat pertimbangan dan keputusan dalam kelompok.
c)  Belajar komunikasi dengan orang lain.
d) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok
e) Mengembangkan keperibadian dan nilai etika agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat
f) Mengembangkan rasa memiliki dan tanggung jawab di masyarakat.
g) Mengembangkan sikap kepribadian yang positif.
h) Memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat
i)  Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik
6) Aspek Emosional
a) Mengembangkan respons positif terhadap aktifitas jasmani
b) Mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton
c) Melepas ketegangan melaluai aktivitas fisik yang tepat
d) Memberikan saluran untuk mengekresikan diri dan kreatifitas

3. Hasil Belajar dalam Pendidikan Jasmani
Untuk mengingkapkan hasil belajar dalam pendidikan jasmani agar tepat dan dipercaya diperlukan informasi yang didukung oleh data yang objektif dan memadai yang berkenaan dengan perubahan berbagai indicator prilaku dan  pribadi siswa. Oleh sebab itu sangatlah sulit untuk dapat mengungkapkan segala aspek perubahan yang dimaksud. Karena alasan itulah para guru pendidikan jasmani mengambil cuplikan beberapa perubahan prilaku yang diharapkan dapat mencerminkan dari keseluruhan perubahan prilaku. Untuk itu pula diperlukan pemahaman yang terkait dengan garis besar jenis dan indicator hasil belajar pendidikan jasmani yang hendak diungkapkan dan diukur, serta cara pendekatan pengungkapan dan instrument pengukurannya.
“Bentuk perubahan prilaku dan pribadi sebagai hasil belajar dapat bersifat fungsional dan struktural, material , substansial, dan behavioral” (Abin Samsudin 2004:167) . dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani hasil belajar yang dimaksud sering mengcu kepada penggolongan perilaku menurut (Bloom) dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Karena pendidikan jasmani memiliki karakteristik yang berbeda dan lebih khusus dengan bidang study yang lainnya, maka hasil belajar yang hrus dicapai oleh siswa pada umumnya mencakup:
a.       Tingkat kesegaran jasmani
b.      Keterampilan gerak, yang meliputi :
1)            Kemampuan gerak lokomotor
2)            Kemampuan gerak non lokomotor
3)            Kemampuan gerak manipulatif
c.       Kognitif
d.      Afektif
 BAB III
PEMBAHASAN

A.     Efektifitas KTSP dengan GBPP Kurikulum 1994 Pada pada Pembelajaran Penjaskes di SMPN I Karawang Timur
1.    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam KTSP guru diberi kewenangan penuh untuk menyusun dan mengembangkan program. Pengembangan program tersebut mencakup antara lain :
Pertama, program tahunan. Program ini dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum tahun ajaran, karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-program berikutnya, yaitu program semester, program mingguan, dan program harian atau program pembelajaran setiap kompetensi dasar.
Kedua, program semester. Program ini berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan akan dicapai dalam semester tersebut. Program semester ini merupakan penjabaran dari program tahunan.
Ketiga, program mingguan dan harian. Program ini merupakan penjabaran dari program semester dan program modul. Melalui program ini dapat diketahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan yang perlu diulang bagi setiap peserta didik.
Keempat, program pengayaan dan remidial. Program ini merupakan pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian. Dari program ini dapat teridentifikasi siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar akan dilayani dengan kegiatan remidial, sedangkan untuk siswa yang cemerlang akan dilayani dengan kegiatan pengayaan agar tetap mempertahankan kecepatan belajarnya.
Kelima, Program pengembangan diri. Program ini sebagian besar diberikan melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun melalui bimbingan dan konseling atau konselor kepada para siswa yang menyangkut pribadi, sosial, belajar, dan karier.
Adapun pengembangan program tahunan, program semester, program mingguan dan harian yang disusun oleh guru-guru Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur telah disusun sesuai dengan acuan dalam KTSP. Para guru menyusunnya secara bersama-sama dalam satu tim. Biasanya program tersebut disusun pada awal tahun pelajaran. Setiap guru mempunyai tugas-tugas masing-masing, sehingga dalam penyusunannya tidak mengalami hambatan yang berarti. Menurut Muslich (2007:44) hal-hal yang seharusnya dilakukan guru dalam penyusunan Program Tahunan (prota) dan Program Semester (promes) adalah sebagai berikut : (1) Mendaftar kompetensi dasar pada setiap unit berdasarkan hasil pemetaan kompetensi dasar per unit yang telah disusun (2) Mengisi jumlah jam pelajaran setiap unit berdasarkan hasil analisis alokasi waktu yang telah disusun (3) Menentukan meteri pembelajaran pokok pada setiap kompetensi dasar yang didapatkan dari pengembangan silabus (4) Membagi habis jumlah jam pelajaran efektif ke semua unit pembelajaran dan semua jenis ulangan berdasar pengalokasian waktu Pelaksanaan program pengayaan dan remedial oleh guru mata pelajaran Penjaskes SMP Negeri 1 Karawang Timur sudah sesuai dalam konsep KTSP yaitu berdasarkan teori belajar tuntas. Seorang peserta didik dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65 % dari seluruh tujuan pembelajaran.
Di SMP Negeri 1 Karawang Timur Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang harus dicapai adalah 70 untuk penguasaan konsep, sedangkan 71 untuk penerapan konsep. Dalam konsep KTSP sekolah berkewajiban memberikan program pengembangan diri melalui bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang menyangkut pribadi, sosial, belajar, dan karier. Konsep ini sudah diterapkan di SMP Negeri 1 Karawang Timur, di sekolah ini pengembangan diri sebagian besar melalui kegiatan ekstrakurikuler dan bimbingan konseling melalui konselor. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut bahkan telah mampu berprestasi di tingkat lokal maupun nasional.
2.    GBPP Kurikulum1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu  kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari. Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa. Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

B.     Implementasi  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Pembelajaran Penjaskes di SMP Negeri I Karawang Timur
Keunggulan KTSP dapat dilihat dari perbedaan antara KTSP dengan kurikulum sebelumnya, menurut Susilo (2007:10) perbedaan kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK) dan KTSP yaitu sebagai berikut :
Tabel perbedaan Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 (KBK) dan KTSP
Kurikulum 1994 Kurikulum 2004 (KBK) KTSP Seluruhnya berada di atangan pusat dan daerah hanya kebagian pengembangan kurikulum lokal dengan porsi 80% pusat dan 20% daerah Seluruhnya berada di tangan pusat dan daerah hanya mengembangkan kompetensi sebagai standar dan kalender pendidikan. Sedanagkan guru membuat rencana pembelajaran Pusat hanya mengembangkan potensi sebagai standar sedangkan elaborasi kompetensi diserahkan daerah/sekolah dalam bentuk silabus.
Berbasis konten/isi Berbasis kompetensi Berbasis kompetensi
Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi, sehingga Depdiknas memonopoli pengembangan ide dan konsepsi kurikulum Pengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi, sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum SKKD diturunkan dari pusat, sedangkan pengembangan kurikulum dan perangkat pembelajaran dibuat oleh masing-masing satuan pendidikan berdasrkan visi, misi dan tujuan sekolah.
Materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah seringkali tidak sesuai kebutuhan dan kemampuan siswa serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah Sekolah diberi kekuasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan siswa, serta kebutuhan masyarakat sekitar Mengidentifikasi materi pokok/pembalajaran yangmenunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan : potensi siswa, relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat pengembangan fisik, intelektual, emosional sosial dan spiritual siswa sesuai tuntutan lngkungan dan alokasi waktu Pembelajaran cenderung hanya dilakukan di dalam kelas Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasam ntara sekolah, masyarakat dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi siswa Kegiatan pembelajaran dirncang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antara siswa, siswa dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar evaluasi nasional yang tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian siswa evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar evaluasi pencapaian kompetensi dasar siswa dilakukan berdasrkan indikator. Evaluasi dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan atau produk penggunaan portofolio dan penilaian diri. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses)

1.                Hasil Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) pada Pembelajaran Penjaskes dari hasil deskripsi dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat dalam implementasi KTSP pada pembelajaran Penjaskesdi SMP Negeri 1 Karawang Timur adalah sebagai berikut :
a.       Dalam KTSP guru dituntut untuk melaksanakan sistem penilaian secara mandiri atau berkelanjutan, namun dalam pelaksanaannya guru Penjaskes belum mampu memenuhi tuntutan tersebut. Adapun faktor yang menjadi penghambat dalam proses penilaian tersebut antara lain adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik, sehingga guru merasa kesulitan untuk mengidentifikasi atau menghafal satu per satu peserta didik tersebut. Apalagi rata-rata guru Penjaskesdi SMP Negeri 1 Karawang Timur sudah cukup tua dan banyak kesibukan yang harus dilakukan, sehingga kemampuan untuk mengingatnya sudah agak berkurang.
b.      Dalam KTSP guru dituntut untuk menggunakan metode pembelajaran yang variatif dan menyenangkan seperti : metode refleksi, taktis, dan sebagainya. Namun dalam pelaksanaannya guru mengalami beberapa hambatan yang cukup serius seperti terbatasnya dana, waktu, serta tenaga, sehingga penggunaan metode pembelajaran selama ini belum bisa berlangsung secara optimal.
c.       Dalam perlaksanaannya KTSP pengajaran Penjaskes di terapkan di SMPN I Karawang Timur belum dapat di terima oleh seluruh siswa karena latar belakang dilingkungan masyarakat  kurang peduli terhadap kegiatan olahraga.
d.      Banyak siswa yang kurang siap untuk mandiri dalam belajar, hal ini karena siswa masih terbiasa dengan sistem konvensional yaitu siswa selalu pasif dalam pembelajaran. Hal ini jelas sangat berbeda dengan KTSP, saat ini siswa menjadi sentral dalam proses pembelajaran, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dalam menciptakan suasana kelas yang menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar.
2.      Hasil Implementasi GBPP Kurikulum 1994
Hasil yang dihasilkan dari kurikulum 1994 nyang dipandang kurang relevan dilaksanakan pada masa sekarang yaitu:
a.       Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa.
Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanva. Guru dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkim tugas-tugas memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan kemajuan tiap siswa.
b.      Siswa selalu bersikap dan betindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa yang diberikan okh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas. Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki oleh siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.

  1. Perbedaan KTSP dan Kurikulum 1994
Perbedaan antara KTSP dan kurikulum 1994 yaitu terljetak pada:
No
ASPEK
KURIKULUM 1994
KTSP
1
Filosofi
Struktur keilmuan yang menghasilkan isi mata pelajaran.”daya serap kurikulum”
Struktur keilmuan dan perkembangan psikologis siswa. Sehingga berdasar pada kompetensi lulusannya
2
Tujuan
Agar siswa menguasai materi yang tercantum dalam GBPP
Semua siswa memiliki kompetensi yang ditetapkan
3
Materi
Semua materi ditentukan oleh pemerintah
Pemerintan menetapkan kompetensi yang berlaku secara nasional dan daerah/sekolah berhak menetapkan standar yang lebih tinggi sesuai kemampuan darah/sekolah
4
Proses pembelajaran
·      Ceramah
·      Guru dipandang sebagai sumber belajar
·      Siswa aktif
·      Mengembangakan berbagai metode pembelajaran
·      Siswa aktif
·      Guru sebagai fasilitator
5
Cara Penilaian
Normatif
Kompetensi siswa

Tabel 1. Perbedaan KTSP dengan Kurikulum 1994

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.     KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan mengenai Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada pembelajaran Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur makadapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Pemahaman guru-guru Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur mengenaiKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagian besar masih terbatashanya mengetahui secara garis besarnya. Guru hanya mampu memahamikonsep dasar KTSP secara singkat seperti pengertian KTSP, SKL, SI, RPPserta perbedaan yang mendasar antara KTSP dengan kurikulum-kurikulumsebelumnya.
2. Proses Pembelajaran
a.     Persiapan pelaksanaan pembelajaran
Pengembangan program yang disusun oleh guru Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur telah sesuai dengan acuan dalam KTSP. Dalampengembangan silabus, guru Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur masih mengadopsi model silabus dari Depdiknas, selanjutnya modelsilabus tersebut ditelaah dan disesuaikan dengan kondisi sekolah.
b.    Pelaksanaan Pembelajaran
Pada awal pembelajaran guru melakukan apersepsi, namun tidakpernah melakukan pre-test, guru telah mengurangi metode teknik dankeaktifan siswa sangat diprioritaskan. Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur dalam pembelajaran telah menerapkan berbagai metode,sumber belajar, serta media yang variatif.
c.    Evaluasi hasil belajar
Guru melakukan Penilaian Berbasis Kelas (PBK) untuk memperolehpenilaian dari aspek penguasaan konsep dan aspek penerapan konsep.Guru menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas dengan mengadakanprogram remidi
3. Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi KTSP di SMP   Negeri 1 Karawang Timur Faktor pendukung antara lain :
a.       Sarana prasarana pembelajaran di SMP Negeri 1 Karawang Timur secarakuantitas maupun kualitas sudah cukup memadai.
b.      Adanya program-program sekolah dalam rangka implementasi KTSPantara lain : sosialisasi mengenai konsep-konsep dasar KTSP,Pembentukan kepanitiaan KTSP, Adanya tim pengembang danpenyusun KTSP, Setiap satu bulan sekali dilakukan evaluasi yangdikemas dalam briefeng atau rapat dinas sekolah.
c.       Adanya sistem penilaian kinerja terhadap guru dan siswa denganmenerapkanreward (penghargaan) serta punishment (hukuman).
4. Faktor penghambat dalam implementasi KTSP di Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur antara lain : Lemahnya kemampuan guru dalam melakukan penilaiansecara mandiri atau berkelanjutan, terbatasnya (dana, waktu, serta tenaga)dalam penggunaan metode pembelajaran
B.  Saran
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan prinsip  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya pada pembelajaran Penjaskes di SMP Negeri 1 Karawang Timur, maka peneliti menyarankan sebagai berikut :

1. Bagi Guru Penjaskes
a.       Selalu meningkatkan pemahaman mengenai KTSP dengan mengikutiseminar,workshop, rapat kerja KTSP atau mempelajari buku-buku KTSP,selian itu guru hendaknya menerapkan KTSP secara profesional sehinggaproses pembelajaran akan semakin berkualitas.
b.      Berkaitan dengan penyusunan silabus, guru hendaknya dapatmengembangkan kreatifitasnya sendiri dalam menyusun silabus denganmenyesuaikan kondisi dan potensi sekolah.
c.       Berkaitan dengan penyusunan RPP, guru hendaknya tidak menyusunsecara sekaligus, akan tetapi disusun setiap satu kali pertemuan.
d.      Berkaitan dengan proses pembelajaran guru hendaknya melakukan pre-testselain itu, guru dituntut harus lebih inovatif dan kreatif dalam penggunaanmetode pembelajaran.
e.       Berkaitan dengan evaluasi hasil belajar, guru hendaknya meningkatkankemampuannya dalam proses penilaian secara mandiri atau berkelanjutan.
f.        Berkaitan dengan perbandingannya KTSP dengan GBPP kurikulum 1994, KTSP lebih menekankan pada siswa untuk lebih berkompetitif dalam pelajaran, sedangkan kurikulum 1994 siswa lebih pasif dan guru sebagai objek.

2. Bagi SMP Negeri 1 Karawang Timur
a.       Pihak sekolah secara berkala melakukan kegiatan seminar, workshop serta rapat kerja mengenai KTSP, sehingga pemahaman guru-guru tentangKTSP akan semakin meningkat.
b.      Pihak sekolah hendaknya membangun fasilitas dan sarana lagi untukmeningkatkan kualitas pembelajaran Penjaskes


DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Penyusunan KTSP Kabupaten/Kota; Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen PendidikanNasional.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Pusat Kurikulum. 2006. Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS). Jakarta : Balitbang Depdiknas.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan Pedoman Bagi Pengelola Lembaga Pendidikan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Dewan Sekolah, dan Guru. Jakarta : PT Bumi Aksara.

—–. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstekstual Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta : PT BumiAksara.

Suherman A, Mahendra A. 2001. Menuju Perkembangan Menyekuruh : Jakarta : Depdiknas

Suparlan, 2009, Modul Kurikulum Dan Pengembangan  Materi Pembelajaran.Jakarta :  FKIP UTJ

uMankz, 2010, Ktsp Dan Kurikulum 1994. (online) (http://ulmyrakhmadani.wordpress.com/2010/03/03/kurikulum-1994-dan-ktsp/ , diakses 15 Juni 2010)


KATA PENGANTAR

Pelaksanaana KTSP pembelajaran Penjaskes merupakan kurikulum penyempurnaan dari kurikulum lama yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dalam hal ini mata pelajaran Penjaskes adalah slahsatu pelajaran yang ada di sekolah satuan tingkat dasar dan menengah.
Sebagai upaya penerapan KTSP di sekolah setiap guru dituntut untuk memahami dan melaksanakan kurikulum ini dengan sebaik-baiknya, untuk itu sekolah harus memfasilitasi terlaksananya penerapan KTSP khususnya mata pelajaran Penjaskes.
Sehubungan dengan hal ini, saya menyambut baik dengan adanya system kurikulum Tingkat satuan pendidikan (KTSP) di SMPN I Karawang Timur. Untuk lebih mengembangkan kemampuan dan prestasi siswa dalam menjalankan kegiatan pembelajaran.
Terimakasih kami ucapkan kepada pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan makalah ini, semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca makalah ini.


                                                                                    Penulis,


RUJITO











IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PADA PEMBELAJARAN PENJASKES
DI SMP NEGERI 1 KARAWANG TIMUR






KARYA TULIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi PGSD Penjaskes















Oleh :
Rujito
0909823











PROGRAM STUDI PGSD PENDIDIKAN JASMANI
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
TAHUN 2010